Rabu, 26 April 2017

Selasa, 04 April 2017

Apa?

tau apa?
kamu tau apa?
kalian tau apa?
hitung?
kata?
alah!

tau apa mereka
tau apa kalian
tau apa?

tau apa tentangku
tau apa tentang lukaku
tau apa tentang isi ndasku
tau apa?

semua orang berusaha
semua orang berpelik ria
namun tau apa?
tau?

ah! masa bodoh!
masa?
bodoh!

Selasa, 29 November 2016

Paradoks

Hidup itu paradoks

seorang yang mengaku menyayangimu

akan menjadi orang yang paling menyakitimu

dia menyayangimu

tapi dia akan terus menyakitimu

karena merasa itu adalah diri dia

antara tak peduli

atau memang keadaan seperti itu

Hidup itu paradoks

orang sekitar kasihan pada hatimu

namun mereka juga turut menyakitimu

menusuk dari belakang

sekali lagi mereka iba padamu

namun mereka terus melakukan itu

antara tak peduli

atau memang keadaan seperti itu

Hidup itu paradoks

kau tau apa yang baik buatmu

tapi kamu akan terus tinggal

dan menyakiti dirimu

atau mungkin juga orang lain

ya

paradoks

Akhirnya aku memutuskan

untuk menjadi pengecut dalam dunia ini

kabur dari paradoksnya hidup

aku akan memilih jalan pintas

mereka tak perlu tau

namun kutinggalkan pesanku ini

bahwa

Hidup..

Adalah..

Paradoks

Jumat, 14 Oktober 2016

Anomali Adam

Adam.
Adam Adam
Adam Adam Adam

Rupanya kau jatuh cinta ya?
duhai Adam

Sore lalu kulihat kau melaju dengan kuda kebangganmu
bersama seorang gadis
bahagia betul kalian! wah wah

Adam
Pagi tadi kulihat kau merelakan jatah buruanmu untuk gadis itu
Hawa kah dia?
indah,
langit ini mendoakanmu Adam..

Hei Adam! Tunggu!
apa yang kamu lakukan?
Kulihat kau berpesan suara dengan gadis lain,
siapa itu?

Hei Adam! Tunggu!
kulihat Hawa mu detik lalu,
ia menangis dam!
dia tak sengaja mendengar kau bercengkrama lewat merpati
mengejar si gadis misterius

Wah wah adam,
kini kau mesra lagi dengan Hawa mu itu
Hawa mu
tetap
tertawa
riang
melihatmu
kamu
Adam

Duhai anakku Adam..
tak inginkah kau berujar maaf pada Hawa mu itu?
dia menangis dam
terngiang dengan apa yang dia kira

Duhai Adam,
Kurasakan cinta dan pengorbananmu pada Hawa dam
tapi mengapa kau relakan Hawa menangis?
demi jiwa lelakimu kah nak?








NAK
anakku Adam!
sudah berabad kulihat kau lagi
betapa riangnya kau bersama Hawa
betapa riangnya Hawa bersamamu
ah nak
tapi
lihat Hawa nak,
lihat seksama
luka lamanya berbekas

tak inginkah kau berujar maaf?
sebagai air pemusnah asap
duhai ADAM

Jumat, 17 Juli 2015

Nama

       Gemerintik  hujan menyapu panas jalan ibu kota. Para pedagang asongan yang mulanya berteriak di tiap sudut perempatan mulai berhamburan mencari tempat perlindungan dari basah dan dingin angin yang berhembus. Seorang wanita dengan rambut ikal berantakan memandangi kumpulan manusia yang berlarian tersebut dari dalam cafe. Dengan sombong ia menatap di balik tembok kaca, memandang angkuh para manusia yang berlarian secara reflek.
        'Klaang... Klang....'
        Ia mengaduk dengan malas cangkir teh di hadapannya. Kemudian perlahan menghirup uap yang menghantarkan bau khas teh dengan mata terpejam. Spontan alam pikirnya melayang ke memori masa lalu yang tak pernah ia lupakan satu detikpun dalam hidupnya. Gelombang otak terus berpacu mencari data ingatan 3 tahun lalu.....
        Tarian
        Jari
        Darah
         Tatapan
         dan..
        ucapan maaf yang berganti dengan sekelebat senyum culas
         yang tak sengaja ia lihat di balik pintu
     
         Tubuhnya bergetar mengingat segala hal yang sebetulnya tidak perlu ia ingat. Apalagi hanya menghasilkan rasa hampa teramat sangat dalam batinnya, percuma!
          ia tak akan kembali......
          kehilangan hal penting dalam hidup membuatnya tersesat, ia harus mencari alasan apalagi yang perlu ia lindungi.
         Seluruh jiwanya berteriak kencang.. meraung, mencakar dinding hatinya. Namun tertahan tepat di kerongkongannya dan hanya ekspresi datar yang ia tampilkan dalam wajah pucatnya. Jemari kurusnya yang gemetar hebat meraih tangkai cangkir yang sudah siap di hadapannya. Sedikit demi sedikit air keruh ia teguk.
          "ah.... Chamomile" bisiknya dengan mata terpejam kembali, rasa hangat memenuhi relungnya. Setidaknya untuk sementara.
          "chamomile? Kenapa kau memilih jenis itu?" ujar seorang pria yang tiba-tiba telah duduk di hadapan sang gadis.
          Gadis itu hanya sanggup memandang kaget dengan mulut sedikit terbuka.
           "Hai, namaku Del, aku sering melihatmu duduk disini. Kau selalu memesan chamomile tea kan?" ujarn Del dengan senyum antusias.
           Sang gadis masih menatap kaget, ia berusaha memusatkan pikiran, "ka.. Karena jenis itu menurutku dapat memberikan rasa hangat dan menenang..."
           "Ah! Kau salah! Dalam urusan menenangkan, Earl Grey Tea jagonya! Aroma harum ituloh, kau tahu kan? Menurutku itu lebih baik hahahah" potongnya dengan ekspresi penuh kemenangan, tubuh sang pria bergerak condong ke belakang, menempel tepat di sofa berwarna coklat.
          Sontak ekspresi sang gadis berubah menjadi sedikit masam, "baik menurutmu itu baik menurut siapa? Menurut pandanganmu? Atau mayoritas masyarakat? Maaf aku lebih menyukai defenisi baik dalam pandanganku sendiri" ujarnya sambil membuat pandang ke luar jendela.
        "eh? Hahahahah aku tidak mengerti, tunggu dulu, lancang sekali aku mengajak dirimu berbicara langsung nona. Siapa namamu?"
         "Persephone, kau bisa memanggilku Evonne." jawab sang gadis seraya mengulurkan tangan, entah apa yang ada di pikirannya hingga ia mau berkenalan dengan orang asing, aneh pula!
          Del membalas uluran tangam Evonne dengan jabatan erat, "Persephon? Ah nama yang indah! Aku suka mendengarnya, mengingatkan ku pada nama-nama orang barat! Keren! Kalau namaku Del dari Delanto Wibowo, cukup aneh ya? Ayahku memberikan............" Del menjelaskan asal usul namanya dengan cepat dan antusias. Sedamgkan Evvone hanya memutar bola matanya. 'dasar aneh! apakah ia tidak tau Persephone istri dari Hades raja dari neraka! Lembah kematiam! Kesunyian! Dari mana segi indahnya?' ujar Evonne dalam benak.
         Dengan senyum terpaksa ia mencoba mendengarkan ocehan Del. Namun tak satupun ia ingat dalam ingatannya, buang waktu. " ah! Hujannya berhenti! Aku harus pergi, bye Evonne!" Del pergi.
         "Dasar gila, siapa dia? Lancang sekali! Ah untung sepertinya ia tipikal pria melambai, aku jadi gak tega memarahinya" gerutu Evonne seraya memandangi jam tangan berwarna hitam miliknya.
          16.55
           Terlambat!
          Dasar mengesalkan.
          Kemudian Evonne kembali meneguk minumannya, memandang langit mendung bersama kesendirian, menunggu tamunya yang tak kunjung datang.........

Selasa, 14 Juli 2015

Panggung Sandiwara

          Alunan musik lembut memenuhi ruangan dengan dinding kaca di bilangan kota Jakarta Selatan. Terlihat sekumpulan gadis yang sedang asik berbincang di tiap sudut ruangan, bising. Tengah ruang terlihat seorang gadis, memandangi tiap lekuk tubuhnya, untaian rambut, hingga setiap inchi wajahnya. Angannya tenggelam dalam lamunan. Ia terus mengamati tiap titik ketidak sempurnaannya.
           Tanpa menghiraukan bising ucapan para pemain sandiwara lain, kemudian gadis itu menghanyutkan benaknya pada alunan musik. Menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menikmati setiap detik alunan yang meluncur di sekelilingnya, Secara reflek tangannya bergerak lembut hingga ujung jarinya. Badanpun ikut meliuk mengikuti lembut alunan, kaki meloncat girang dengan lembut. Semakin dalam alunan itu merasuki tubuhnya semakin luas arena yang ia gunakan sebagai panggung gerakan. 
           Setiap mata di sudut ruangan mulai memerhatikan gerak tubuh sang gadis yang dengan cepat memutarkan tubuh dalam melodi indah. Sang gadis semakin cepat memutar tubuhnya, menghempaskan tubuhnya pada dingin lantai keramik, kemudian dengan lembut memainkan lekuk tangannya. Kemudian tariannya terhenti..
           "Hei, kamu punya dasar tari apa?" tanya seorang gadis dengan kulit kecoklatan. Gadis dengan liukan angsa hanya menoleh mencoba memusatkan fokusnya yang masih tenggelam pada lamunan, kemudian tersenyum. "Kamu penari balet ya?" tanya gadis lain dengan antusias. Ia hanya menjawab dengan gelengan kepala.
           "oh!! aku tau! apakah kamu penari tradisional?" seorang pria dengan kacamata tebal juga ikut bertanya.
           Sang gadis menarik senyum, "Dahulu aku pernah belajar tari tradisional, saat masih SD, yaa.. namun aku sudah lupa".
         "Wah begitu ya? lalu tari apa yang kau lakukan tadi?? Kalau aku adalah penari tradisional." ujar gadis dengan kain biru di kepalanya berhias dengan senyum sumringah.
         Sang gadis angsa tertegun, sebentar, berpikir, "Entahlah, mungkin kontemporer, atau apa aku juga tidak tau, hahah.." ia tertawa renyah.
          "Kontemporer? aku tidak mengerti apa itu, baiklah lanjutkan tarianmu!" jawab sang gadis tadi.
          Tanpa basa basi, sang gadis kembali meliuk, menenggelamkan diri dalam melodi.
Pikirannya menyatu dengan alunan yang terus berpacu dengan langkah kakinya. Tubuhnya terus meliuk, ia terus menari di atas dingin lantai. Ia terus menari, bergerak, meliuk, melupakan setiap memori hitamnya, kebencian pada masa lalunya, pada diri sendiri.

Berputar
Meliuk
Meloncat

Ia terus tenggelam

Selasa, 02 Juni 2015

Waktu

sebuah masa,
esok
kini
lalu

dari kata lalu,
rasa manis kita kenang
rasa pahit kita telan
dari kata lalu,
kita belajar berterimakasih
kita belajar memaafkan-
maupun berucap maaf

dari kata kini,
pilihan kita hadapi
waktu kita jalani
dari kata kini,
kita belajar memutuskan
kita belajar berkaca

dari kata esok
harapan kita dapatkan
dari kata esok
kita belajar mempersiapkan

esok
kini
lalu..

kita terus belajar