Selasa, 14 Juli 2015

Panggung Sandiwara

          Alunan musik lembut memenuhi ruangan dengan dinding kaca di bilangan kota Jakarta Selatan. Terlihat sekumpulan gadis yang sedang asik berbincang di tiap sudut ruangan, bising. Tengah ruang terlihat seorang gadis, memandangi tiap lekuk tubuhnya, untaian rambut, hingga setiap inchi wajahnya. Angannya tenggelam dalam lamunan. Ia terus mengamati tiap titik ketidak sempurnaannya.
           Tanpa menghiraukan bising ucapan para pemain sandiwara lain, kemudian gadis itu menghanyutkan benaknya pada alunan musik. Menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menikmati setiap detik alunan yang meluncur di sekelilingnya, Secara reflek tangannya bergerak lembut hingga ujung jarinya. Badanpun ikut meliuk mengikuti lembut alunan, kaki meloncat girang dengan lembut. Semakin dalam alunan itu merasuki tubuhnya semakin luas arena yang ia gunakan sebagai panggung gerakan. 
           Setiap mata di sudut ruangan mulai memerhatikan gerak tubuh sang gadis yang dengan cepat memutarkan tubuh dalam melodi indah. Sang gadis semakin cepat memutar tubuhnya, menghempaskan tubuhnya pada dingin lantai keramik, kemudian dengan lembut memainkan lekuk tangannya. Kemudian tariannya terhenti..
           "Hei, kamu punya dasar tari apa?" tanya seorang gadis dengan kulit kecoklatan. Gadis dengan liukan angsa hanya menoleh mencoba memusatkan fokusnya yang masih tenggelam pada lamunan, kemudian tersenyum. "Kamu penari balet ya?" tanya gadis lain dengan antusias. Ia hanya menjawab dengan gelengan kepala.
           "oh!! aku tau! apakah kamu penari tradisional?" seorang pria dengan kacamata tebal juga ikut bertanya.
           Sang gadis menarik senyum, "Dahulu aku pernah belajar tari tradisional, saat masih SD, yaa.. namun aku sudah lupa".
         "Wah begitu ya? lalu tari apa yang kau lakukan tadi?? Kalau aku adalah penari tradisional." ujar gadis dengan kain biru di kepalanya berhias dengan senyum sumringah.
         Sang gadis angsa tertegun, sebentar, berpikir, "Entahlah, mungkin kontemporer, atau apa aku juga tidak tau, hahah.." ia tertawa renyah.
          "Kontemporer? aku tidak mengerti apa itu, baiklah lanjutkan tarianmu!" jawab sang gadis tadi.
          Tanpa basa basi, sang gadis kembali meliuk, menenggelamkan diri dalam melodi.
Pikirannya menyatu dengan alunan yang terus berpacu dengan langkah kakinya. Tubuhnya terus meliuk, ia terus menari di atas dingin lantai. Ia terus menari, bergerak, meliuk, melupakan setiap memori hitamnya, kebencian pada masa lalunya, pada diri sendiri.

Berputar
Meliuk
Meloncat

Ia terus tenggelam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar